Minggu, 27 Maret 2011

Makna Hamdalah

Bacaan hamdalah merupakan ayat ke-2 dari serat Al-Fatihah, sekaligus menjadi sebuah doa, dzikir yang utama dan salah satu dari empat perkataan yang disukai Allah. Memahami makna hamdalah sama dengan menadaburi ciptaan Allah, dari yang terkecil hingga sejagad raya.
Begitu banyak nikmat yang dilimpahkan Allah SWT, sehingga takkan pernah cukup tinta sebanyak lautan menuliskannya, sebagaimana yang tertulis dalam surat Al Kahfi ayat 109 yang artinya : “sekiranya laut dijadikan tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh akan keringlah lautan sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, sekalipun ditambah sebanyak itu lagi”.
Begitu jelas bi=ukti-bukti keesaan Allah yang mampu mengantarkan umat yang beriman untuk mengucap hamdalah, namun masih banyak manusia khilaf yang menganggap dirinya seolah-olah palig mampu berbuat, paling mampu menciptakan alat baru. Padahal pengetahuan manusia amatlah sedikit.
Hanya Allah yang berhak mendapat pujian atas segala penciptaan-Nya. Jadikanlah diri kita untuk mampu berdzikir, sehingga dapat mengucapkan hamdalah dengan penuh keikhlasan.
Sebagai contoh sja ketika bersin, seseorang yang tidak bias bersin, tentu akan mengeluh karena tidak lekas lega untuk mengeluarkan bersinnya. Dan ketika kita bersin, paru-paru kita yang mungkin terisi kotoran debu, akan mengeluarkan debu tersebut.
Selanjutnya yang akan saya sampaikan adalah malu,
“Sesungguhnya setiap agama mempunyai akhlak. Dan akhlak Islam adalah malu”. (HR Riwayat Al Muwaththa). Ini berarti jika kita melepaskan diri dari rasa malu sama dengan melepaskan dari agama itu sendiri.

Berkata Rasulullah SAW, “Malulah kepada Allah dengan rasa malu yang sebenar-benarnya”. Mereka bertanya,”Wahai Rasulullah, sekali kali kami benar-benar malu kepada Allah. Alhamdulillah”. Beliau berkata,”Bukan yang demikian itu, akan tetai rasa malu kepada Allah yang sebenar-benarnya adalah bila engkau menjaga kepala dan apa yang terkandung di dalamnya, menjaga perut dan apa yang menjadi isinya dan ingat akan kematian dan kebinasaan. Barang siapa yang menginginkan akhirat, tentu dia akan meninggalkan perhiasan dunia. Dan Barang siapa yang berbuat demikian, maka dia telah merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu. (HR. At Tirmidzi dan Ath Thabrani)
Dari hadits tadi dapat kita simpulkan rasa malu kepada Allah adalah sadar diri dan rasa rendah hati, menjaga  kepala dan isinya, berarti kita sadar ada yang menciptakan diri kita, yaitu Allah, menjaga perut dan isinya, berarti kita sadar bahwa Allah itu menciptakan orang berbeda-beda, hendaklah kita sederhana dan bersedekah kepada yang dibawah kita, meninggalkan perhiasan dunia, berarti kita meninggalkan hal duniawi yang terkadang menyita waktu lebih banyak dalam hidup kita, seperti, pelajar lebih banyak mempelajari hp atau computer daripada mempelajadi Qur’an atau buku pelajaran.
Rasulullah melewati seorang lelaki dari kaum Anshar yang sedang menasihati saudaranya tentang rasa malu, seakan-akan dia mengatakan kepadanya,”Sesungguhnya rasa malu itu sangat penting bagimu”. Maka kata Beliau,”Biarkanlah dia karena rasa malu itu sebagian dari iman”.(HR Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Rasa malu ternyata juga mengisyaratkan iman seseorang, jadi ketika kita dalam kehidupan masyarakat, kita paling tidak bisa mengerti sejauh mana keimanannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar